"what makes you different, makes you special" -Barbie.

Friday, 18 July 2014

S for, suffix?

Kami dulu tidak saling menyapa bahkan bertanya.
Tidak saling bergurau atau memanja parau.
Kami tidak saling membenci dan tidak tahu cara mengasihi.

Kami duduk berdua menatap ke jalan.
Memasang sabuk pengaman.
Tidak lagi bersebrangan jalan.

Kami dulu tidak begini.
Tidak saling beropini.
Tidak saling menanggapi.

Saya teracuni oleh keadaan ini.
Dan sungguh saya menantikan ini.
Tidak tahu bagian mana yang salah.
Tapi semua bertahap diperbaiki.

Entah oleh siapa,
Yang jelas kini perih perlahan mulai pergi.
Saya ingin tetap seperti ini,
Bolehkah?

Wednesday, 16 July 2014

Kini, disini dan nanti.

Ini bukan tentang siapa yang selalu hadir atau tentang siapa yang hadir paling pertama.
Tapi tentang siapa yang berada disamping kita pada saat kita menangis dan terjatuh.

Ini bukan tentang siapa dan seberapa dekat jarak mereka.
Tapi tentang siapa yang dengan ikhlas dan sabar untuk selalu mendengar keluh kesah.

Ini bukan tentang siapa yang berada pada satu ikatan.
Tapi tentang siapa yang selalu memberi kenyamanan.

Bukan lagi tentang siapa yang selalu bersama.
Tapi tentang siapa yang selalu mendengar.

Ini miris.
Ketika terlalu banyak yang datang dan hadir.
Tapi hati merasa sendiri.

Ini sesak.
Saat memuncah rasa ingin teriak.
Tapi terhalang oleh suara yang begitu senyap.

Bukan menjadi masalah ketika memang harus pergi.
Tapi menjadi masalah apakah akan kembali?

Bukan menjadi masalah indah atau sedih saat ini.
Menjadi masalah apakah indah atau sedih masih akan diingat sampai nanti?

Sunday, 13 July 2014

Saya yang berada di kejauhan.

Saya yang duduk diam sambil melihat dari kejauhan.
Sosok tegap yang datang dan mengambil duduk di sudut pojokan.

Saya yang duduk diam sambil melihat dari kejauhan.
Suara yang mantap berpendapat untuk memecah sebuah kebuntuan.

Saya yang duduk diam sambil melihat dari kejauhan.
Kamu bersikap tegas dan saya merasa segan.

Saya yang duduk diam sambil mengamati dari kejauhan.
Sikap yang meluruh tegang dan suasana menjadi menyenangkan.

Saya yang duduk diam sambil mengamati dari kejauhan.
Perlahan mendekat sosok tegap mengambil bagian dan mencipta perhatian.

Saya yang duduk diam sambil mengamati dari kejauhan.
Sosok itu memecah keramaian, menggenggam ketakutan menjadi seorang pahlawan.

Saya yang duduk diam sambil memandang kejauhan.
Merasa terguncang meragu asa perlahan.

Saya yang duduk diam sambil memandang kejauhan.
Menepis kemungkinan, memulai berlari sejajar kenyataan.

Saya yang duduk diam sambil memandang kejauhan.
Memuncah semua kenyataan, memutar menjadi tipuan.

Kamu yang berdiri melihat dari kejauhan.
Mengapa masih mencipta harapan kepada saya yang duduk diam sambil memandang kejauhan?

Tuesday, 8 July 2014

Rencana Tuhan

Mereka bilang takdir adalah sesuatu yang mutlak yang Tuhan ciptakan untuk kita.
Sebagian mereka bilang, bahwa takdir adalah sesuatu yang dapat berubah tergantung dari niat dan kerja keras untuk merubahnya.

Mereka selalu bilang bahwa saya bisa dan selanjutkan pasrahkan semua kembali pada Tuhan.
Sebagian mereka bilang bahwa saya pasti bisa dan mereka meyakinkan.

Mereka selalu bilang bahwa saya telah cukup berusaha dan saya harus mengikhlaskan.
Sebagian dari diri saya bilang saya belum cukup berusaha dan saya mengecewakan.

Lalu,
Mereka bilang saya pantas mendapatkan dan saya harus bersyukur pada Tuhan.
Sebagian dari diri saya bilang saya tidak layak mendapatkan dan ini terlalu berlebihan.

Sebelumnya, saya selalu menyepelekan tapi nikmat yang Tuhan berikan.
Kini saya berusaha keras dan mempasrahkan, kemudian saya mengecewakan, tapi Tuhan merasa kasihan.

dan kemudian saya menyimpulkan bahwa saya harus bersyukur karena nikmat ini adalah Rencana Tuhan.

Friday, 4 July 2014

Rasa terpana.

Bukan salahmu menebar pesona yang kemudian memikatku.
Bukan mauku berdegup jantung melihat senyumanmu.
Tidak pernah salah sebuah kebetulan karena kita sama menyukai sesuatu.
Tidak akan aku salahkan pikiranku yang selalu terbayang tawa renyah itu.

Rasa ini sungguh besar dan inginku ungkap semua.
Degup ini terlalu kencang untukku simpan di jiwa.
Tekad ini terlampau kuat untuk katakan yang sebernarnya.
Luluh ini terlanjur banyak teramat hingga tak ada yang tersisa..

Tapi malu lunturkan ingin tuk jujur apa adanya.
Takut buat hati ini ciut lemas tak berdaya.
Pesimis muncul dan rasa pengecut itu menular masuk ke asa.
Sampai tidak ada lagi kata dan hancurkan semangat tuk bilang semua rasa..